Senin, 11 April 2011
Abdul Muhammad Rosid: Tanpa diktat, bisa raih IP 3,98
Tidak punya cukup uang untuk membeli buku diktat kuliah, Abdul Muhammad Rosid, 23, harus rajin meminjam buku temannya atau ke perpustakaan. Jangankan membeli buku, agar bisa kuliah saja, ia harus disumbang guru di sekolahnya.
Uang sumbangan para guru itu kemudian dibayarkan sebagai uang pangkal masuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY). Sumbangan guru yang dikumpulkan pada 2007 itu pulalah yang selalu mendorongnya giat belajar.
Rosid bercerita, ia sempat mengalami dilema, melanjutkan pendidikan atau menetap di desanya dan membantu orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani, selepas lulus SMA Negeri 1 Ngluwar. Terlebih penghasilan orang tuanya saat itu tidak lebih dari Rp400.000 sebulan, jumlah yang jauh dari cukup untuk membuat seorang anak menempuh pendidikan.
Namun, salah satu guru di sekolahnya 'eman' bila anak didiknya tidak meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Alasannya, Rosid terbilang berotak encer dengan prestasi juara I di sekolah dan memperoleh nilai 10 dalam Ujian Akhir Nasional untuk mata pelajaran matematika.
“Sangat jarang orang di desa saya yang meneruskan pendidikan SMA terlebih kuliah karena memang sebagian besar mengalami kesulitan ekonomi,” ujar Rosid, sapaan akrabnya kepada Harian Jogja, Kamis (31/3).
Ia menceritakan kisah empat tahun lalu, pengalamannya cukup berliku untuk menyandang status mahasiswa. Bahkan, tidak pernah terbersit dalam benaknya sewaktu di bangku SMA untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
Guru Bimbingan Konselinglah yang mendorong Rosid mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan mendapatkan beasiswa masuk universitas. Kendala lain muncul setelah diterima, sebab beasiswa tidak sepenuhnya dapat menutupi uang masuk kuliah.
Guru-guru sekolahnya pun mengumpulkan uang dari kocek masing-masing guna melihat anak didiknya dapat meraih masa depan cemerlang. Terkumpulnya sumbangan dari para guru, membuatnya bernapas lega. Sebelumnya Rosid juga terpaksa meminjam uang dari temannya untuk menutupi uang pangkal masuk kuliah.
“Saya meminta keringanan biaya mengingat uang yang saya miliki pas-pasan, namun pihak universitas tidak mengabulkannya. Sebagai gantinya, universitas memberikan saya kesempatan untuk mengangsur biaya pendidikan,” urainya.
Jadilah laki-laki yang ibunya bekerja sebagai pembuat gula kelapa ini tercatat sebagai mahasiswa angkatan 2007. Jurusan pendidikan matematika, ungkapnya, dipilih karena ia merasa akrab dengan istilah matematika daripada nama jurusan lainnya.
“Maklum saja, saya hidup di desa yang kurang informasi pendidikan,” ucap laki-laki pemalu ini.
Jarak Muntilan-Jogja yang tidak mungkin ditempuh setiap hari membuat Rosid memutuskan menerima ajakan seorang temannya untuk tinggal di masjid sejak perkuliahan dimulai.
Menjadikan masjid sebagai tempat tinggal, bukanlah hal yang mudah bagi laki-laki kelahiran Magelang 23 tahun yang lalu ini. Sebabnya sederhana, dia merasa tidak seperti teman-temannya yang lain, tidak pintar ilmu agama karena bukan jebolan pondok pesantren.
Namun, selama setahun dia terus bertahan dan belajar banyak, mulai dari mengumandangkan adzan, iqomah, dan terkadang menjadi imam shalat. Bukan tanpa alasan dirinya menumpang hidup di sana.
Di antara aktivitas menjaga masjid dan kepadatan kuliah, ia mampu meraih IP semester awal 3,98. Buku menjadi sesuatu yang mewah baginya, sehingga ia lebih kerap meminjam buku pelajaran dari perpustakaan dan teman-temannya.
“Karena buku pinjaman, maka saya tidak bisa berlama-lama membaca. Sekali membaca saya harus dapat memahami agar buku tersebut cepat dikembalikan,” kenangnya.
Prestasinya tidak berhenti pada perolehan IP tinggi, ia juga berhasil meloloskan karya ilmiah ke tingkat universitas berjudul Pelepah Pisang sebagai Media Pembelajaran Matematika. Pelepah pisang menurutnya bisa digunakan mengajar geometri.
Saat ini, laki-laki yang berulang tahun 26 Februari ini sedang menyelesaikan tugas akhirnya dan ia selalu mengingatkan tanpa terkesan menggurui, memanfaatkan waktu dan fasilitas yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga tidak terjadi penyesalan di masa yang akan datang.
Salah satu teman sekelasnya di awal kuliah, Ervinta Sri Ning Dewi, menuturkan, Rosid seorang yang aktif di kelas. Dia memiliki catatan perkuliahan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. “Jika mahasiswa lain mencatat sama persis dengan dosen, maka Rosid mencatat apa yang dimaksud dosen,” terangnya.
Menurutnya, Rosid adalah sosok yang low profile dan tidak ngoyo, dia jarang menunjukkan kepintarannya di depan teman-temannya karena dia tidak mau dianggap keminther. Laki-laki itu selalu berusaha terlihat sama dengan teman-teman yang lain dan sangat tidak suka dikasihani.
Sumber
*Awalnya bisa buka berita ini karna liat tautan di facebooknya pak Dedy. Setelah dibaca, telusur mpe bawah lama-lama bikin merinding juga. Hebat, Salut dengan orang-orang seperti ini. Keterbatasan membuat mereka mampu memanfaatkan dengan baik kesempatan yang ada.
Teringat juga kata Ary siang tadi saat mendiskusikan berita ini di HIMA IPA, "Liat dia aja dengan keterbatasan itu bisa membuat prestasi yang luar biasa. Sementara kita yang dibelikan motor, laptop, hp, apa yang bisa dibanggakan dari prestasi kita." Kata-kata yang luar biasa, sebagi cambuk buat kita agar tidak terlena dengan fasilitas yang ada.
Mulai saat ini: Fokus belajar, atur waktu dengan baik, kerjakan sungguh-sungguh, kurangi online. MERDEKA!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
lha kwe iso ngono kwi ra..nuk
BalasHapusinsyaAllah, sedang aku coba hehehe
BalasHapuskeren. great. Abdul Muhammad Rosid is extraordinary people.
BalasHapusbenar sekali, sangat menginspirasi buat kita-kita yang terkadang terlena dengan fasilitas-fasilitas mewah yang diberikan untuk kita.
BalasHapuswaduh yang punya blog ini siapa ya?
BalasHapusanak MIPA UNY kah? kok kenal pak dedy?
hwehehhe... aduh ini mas rosid yg di tulisan itu ya???
BalasHapusiya anak mipa uny angkt 09 mas, tentu saja kenal pak dedy, spa sih ya gak kenal beliau hehehe..
salut mas sm dirimu, hebat, sangat mengisnpiasi, smoga kelak aku lulus dgn IPK 3,9 juga amin :)
hehehe, pak dedy disini niy... huayooo, ngrasani yuaaa... wkwkwkw. sukses buat kalian...
BalasHapus@akuakuaku
BalasHapusya siapa? kn anak mipa uny banyak...?
@pak dedy.
mboten ngrasani pak... ngglendheng...
pak dedy: hehehe mboten pak dedy hehehe
BalasHapusmas rosid: nurul mas, anak p.ipa 09 :)
fb nya apa?
BalasHapus